Pendahuluan
Meningkatnya
prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan
kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan
pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar,
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative, seperti penyakit
jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain.
Tetapi data epidemiologi di negara berkembang memang masih belum banyak. Hal
ini disebabkan penelitian epidemiologic sangat mahal biayanya. Oleh karena itu
angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 1
Di Indonesia
penyandang diabetes mellitus (DM) tipe 1 sangat jarang. Demikian pula di negara
tropis lain. Hal ini rupanya ada hubungannya dengan letak geografis Indonesia
yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari angka prevalensi berbagai neraga
tampak bahwa makin jauh letaknya suatu negara dari khatulistiwa makin tinggi
prevalensi DM tipe 1-nya. Ini bisa dilihat pada prevalensi DM tipe 1 di Eropa.
Di bagian utara Eropa, misalnya di negara-negara Skandinavia prevalensi DM tipe
1-nya merupakan yang tertinggi di dunia, sedangkan di daerah bagian selatan
Eropa misalnya di Malta sangat jarang .
Di samping
itu juga tampak bahwa insidens DM tipe 1 di Eropa Utara meningkat dalam 2-3
dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa barangkali pada DM tipe 1 faktor
lingkungan juga berperan di samping yang sudah diketahui yaitu faktor genetik.
Adanya kekurangan asam asptartat pada posisi 57 dari rantai HLA-DQ-beta
menyebabkan orang itu menjadi rentan (susceptible) terhadap timbulnya DM tipe
1. Tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat berperan.
Ini tampak pada angka prevalensi DM tipe 1 di dua negara dimana secara etnik
tidak berbeda tetapi prevalensi DM tipe 1 di Estonia hanya 1/3 dari Finlandia.
Dengan
ditemukannya dua faktor tadi yaitu faktor genetik (non-Asp 57) dan faktor
lingkungan maka di masa mendatang, upaya pencegahan timbulnya DM tipe 1
bukanlah suatu hal yang mustahil.
Di Indonesia
prevalensi DM tipe 1 secara pasti belum diketahui, tetapi diakui memang sangat
jarang. Ini mungkin disebabkan oleh karena Indonesia terletak di khatulistiwa
atau barangkali faktor genetiknya memang tidak menyokong, tetapi mungkin juga
karena diagnosis DM tipe 1 yang terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat
komplikasi sebelum didiagnosis.
Baca Juga : Apa itu Diabetes Tipe 1 ?
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2
Lain halnya
pada DM tipe 2 yang diliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes, faktor
lingkungan sangat berperan. Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih
berkisar antara 3%-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk
membandingkan prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh
dunia. Dengna demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau
suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya.
Misalnya di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat
menonjol, misalnya di Singapura, prevalensi diabetes sangat meningkat
disbanding dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok
etnik di beberapa negara yang mengalami perubaha gaya hidup yang sangat berbeda
dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, prevalensi
diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya di beberapa bangsa Mikronesia dan
Polinesia di Pasifik, Indian Pima di Amerika Serikat. Prevalensi tinggi juga
ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indian Canada dan Cina di Mauritius, Singapura
dan Taiwan.
Tentang baku
emas yang tadi dibicarakan, sebenarnya juga ada keistimewaannya, misalnya suatu
penelitian di Wadena Amerika Serikat, mendapatkan bahwa prevalensi pada orang
kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan baku emas tadi (Eropa) yaitu
sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi glukosa, terdiri dari 15,1%
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan 8,1% DM tipe 2. Dengan kenyataan ini
dapat diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat
dilihat pada studi Wadena tadi bahwa secara genetik mereka sama-sama kulit
putih, tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Disini jelas karena
orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Hal ini akan
berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong sangat
berkembang seperti SIngapura, Korea dan barangkali Indonesia
Contoh lain
yang baik bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh adalah di Mauritius, suatu
negara kepulauan, yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik. Pada
suatu penelitian epidemiologic yang dilakukan disana dengan jumlah responden
sebanyak 5.080 orang, didapatkan prevalensi TGT dan DM tipe 2 adalah sebagai
berikut
Dari
angka-angka di atas tampak bahwa pada bangsa-bangsa India, Cina, dan Creole
(campuran Afrika, Eropa dan India) prevalensi DM jauh lebih tinggi dari baku
emas, padahal di negara asalnya sangat rendah. Misalnya di Cina daratan
prevalensi diabetes sangat rendah. Juga di India sangat rendah dengan catatan
di beberapa bagiand ari India bagian selatan sudah menunjukkan peningkatan. Di
Afrika juga rendah, tetapi pada bangsa Afrika yang tinggal di Amerika Serikat,
Inggris, Mauritius dan Suriname prevalensi DM sangat tinggi. Perlu diketahui
bahwa keadaan ekonomi di Mauritius untuk golongan etnik tadi jauh lebih baik
dibandingkan dengan negara asalnya.
Dari data
ini semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan terutama peningkatan
kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi diabetes. Bahwa kekerapan
akan menjadi dua kali lebih tinggi dalam waktu 10 tahun bukanlah suatu hal yang
mustahil terutama di negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya sudah mapan.
Keadaan ini tentu saja harus diantisipasi oleh pembuat kebijaksanaan pelayanan
kesehatan di negaranya, masalah ini harus dipertimbangkan.
Data
terakhir adalah data dari IDF tahun 2006 seperti tampak pada gambar 1,
prevalensi di negara-negara timur tengah paling tinggi (diatas 20%) disusul
Mexico.
Indonesia
termasuk dalam kelompok dengan prevalensi yang paling rendah saat itu. Ini
mungkin karena Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih
memprihatinkan adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan
sudah berumur 65 tahun jadi pada umur yang sudah tidak produktif lagi,
sedangkan di negara berkembang kebanyakan pasien diabetes berumur antara 45
sampai 64 tahun, golongan umur yang masih sangat produktif.
Baca Juga : Apa itu Diabetes Tipe 2 ?
Diabetes di Indonesia
Menurut
penelitian epidemiologi yang sampai tahun delapan puluhan telah dilaksanakan di
berbagai kota di Indonesia, prevalensi diabetes berkisar antara 1,5 s/d 2,3%,
kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%.
Hasil penelitian
epidemiologis berikutnya tahun 1993 di Jakarta (daerah urban) membuktikan
adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada
tahun 1993. Kemudian pada tahun 2001 di Depok, daerah sub-urban di selatan
Jakarta menjadi 12,8%. Demikian pula prevalensi DM di Ujung Pandang yang
sekarang menjadi nama Makassar (daerah Urban), meningkat dari 1,5% pada tahun
1981 menjadi 3,5% pada tahun 1998 dan terakhir pada tahun 2005 menjadi 12,5%.
Di daerah
rural yang dilakukan oleh Arifin di suatu kota kecil di Jawa Barat angka itu
hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM
hanya 0,8%. Disini jelas ada perbedaan antara urban dan rural, menunjukkan
bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Di Jawa Timur angka itu tidak
berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin
disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) yang
sekarang dikategorikan sebagai diabetes tipe pankreas di Jawa Timur, sebesar 21,2%
dari seluruh diabetes di daerah rural.
Melihat
tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global yang tadi dibicarakan
terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka
dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam
kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia
akan meningkat dengan dratis, yang disebabkan oleh beberapa faktor :
1.
Faktor keturunan (genetik)
2.
Faktor kegemukan / obesitas
-
Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya
hidup barat
-
Makan berlebihan
-
Hidup santai, kurang gerak badan
3.
Faktor demografi
-
Jumlah penduduk meningkat
-
Urbanisasi
-
Penduduk berumur diatas 40 tahun meningkat
4.
Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
Dalam
Diabetes Atlas 2000 (international Diabetes Federation) tercantum perkiraan
penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta.
Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun
2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
diabetes.
Penelitian
terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang hasilnya baru saja dikeluarkan
bulan Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk TGT 10,25% dan
diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis
sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan diabetes saat penelitian).
Angka itu diambil dari hasil penelitian di seluruh provinsi seperti tampak pada
gambar 5. Tampak bahwa Kalbar dan Maluku Utara menduduki peringkat prevalensi
diabetes tertinggi tingkat propinsi.
Dengan hasil
penelitian ini maka kita sekarang untuk pertama kali punya angka prevalensi
nasional. Sekedar untuk perbandingan menurut IDF pada tahun 2006 angka
prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan Cina 3,9%, jadi Indonesia berada
diantaranya. Di Malaysia, negara tetangga/serumpun Indonesia terdekat, pada 3rd
National Health and Mortality & Morbidity Survey in Malaysia 2006
didapatkan prevalensi yang tinggi yaitu 14,90%, tetapi survey ini dilakukan
pada individu diatas 30 tahun, sedangkan di Indonesia populasi survey
melibatkan individu 15 tahun keatas.
Kesimpulan
Jumlah
penyandang diabetes terutama diabetes tipe 2 makin meningkat di seluruh dunia
terutama di negara berkembang karena perubahan gaya hidup salah yang
menyebabkan obesitas. Faktor urbanisasi dan meningkatnya pelayanan kesehatan
merupakan faktor penting juga karena usia menjadi lebih panjang. Untuk pertama
kalinya Indonesia mempunyai data Nasional prevalensi diabetes untuk daerah
urban sebesar 5,7% berkat penelitian yang baru saja selesai dilakukan oleh
Litbangkes Depkes.
Daftar
Pustaka
1.
Arifin Agusta YL. Deskripsi Pasien Diabetes di
Suatu Masyarakat di Jawa Barat. Buku program dan kumpulan ringkasan. Simposium
Nasional Endokrinologi II Bandung 1995 hal 3
2.
Krall LP, Beaser RS. Joslin Diabetes Manual. 12th
Ed 1989.
3.
Prevention of Diabetes Mellitus. WHO Technical
Report Series 844, 1994.
4.
Suyono S. Upaya Pencegahan Primer Diabetes dan
Sekunder dalam Mengantisipasi Ledakan Penderita Diabetes Menjelang Abad 21.
Pidato pengukuhan guru besar FKUI 1992
5.
Zimmet P, Serjeantson S. The Epidemiology of
Diabetes Mellitus and Its Relationship with Cardiovaskular Desease in PJ
Lefebvre, E Standl (eds)New Aspects in Diabetes, Treatment Strategy with
Alpha-Glucosidase Inhibitors, De Gruyter 1992:5-21
6.
Soegondo S, Subekti I. consensus pengelolaan
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2002. PB Perkeni.
7.
Wild S et al Diabetes Care 2004;27:1047-53
8.
Diabtes Atlas Third edition 2006
9.
Riskesdas 2007, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
10.
3rd National Health and Mortality
& Morbidity Survey in Malaysia 2006.
No comments:
Post a Comment