Bergelut dengan diabetes |
Saat ini
yang dilakukan suwito hanyalah makan, tidur, minum obat, dan sesekali keluar
untuk berobat.itulah aktivitas harian yang dijalani oleh suwito.
Beliau
tinggal di kontrakan yang berukuran 5x8 meter di jalan Arjuna Gang 2 RT 13
Samarinda Kota. Dirinya nyaris tidak pernah keluar rumah. Jika keluar pun itu
hanya untuk berobat. Penyakit diabetes telah merenggut kebahagiaan dirinya dan
keluarganya.
Ketika
dijenguk oleh tribunnews beliau terlihat duduk di ruang tengah rumahnya. Saat
ditemui, beliau terlihat santai, hanya mengenakan kaos dalam dan celana pendek.
Meski hanya memiliki satu kaki saat ini, ia terlihat bersyukur. Ia merasa lebih
baik jika dibandingkan dengan kehilangan nyawa. Maklum, Karena gara-gara
jaringan kaki kirinya mati sehingga hampir merenggut nyawanya. Beruntung dokter
dapat bertindak cepat untuk menanganinya.
Baca Juga : Kaki bengkak pada penderita diabetes
Beliau
menuturkan bahwa dokter telah bertindak tepat saat itu. Karena telat sedikit
nyawanya sebagai bisa melayang. Dirinya
baru mengetahui bahwa terdapat diabetes di dlam tubuhnya pada waktu empat tahun
yang lalu. Saat itu ia curiga dengan kondisi tubuhnya yang sering lemas dan
ngantuk. Akhirnya beliau pun memeriksakan kondisi kesehatannya ke dokter.
Setelah diperiksa darahnya, ternyata kadar gula darahnya mencapai 390 mg/dl
(yang normalnya 100 mg/dl).
Rupanya
tidak berjalan lama, dua tahun setelah itu beliau merasa kaki kirinya ada yang
tidak beres. Saat itu ia berinisiatif untuk pijat, namun yang terjadi malah
kakinya menjadi bengkak dan berwarna biru. Namun tidak sampai terluka. Beliau
pun akhirnya menuruti nasihat orang yaitu diolesi daun kecubung pada bagian
kakinya yang bengkak.
Setelah
diolesi rupanya terasa seperti terbakar, panas, kata suwito. Namun sembuh untuk
saat itu. Rupanya efeknya tidak bertahan lama. Ketika wito beraktivitas seperti
biasa, tiba-tiba sepulang aktivitas kakinya mati rasa. Saat itu ia sudah
beristirahat dengan menonton televisi. Saat itu juga wito langsung dibawa ke
rumah sakit. Sesampainya disana kondisi kaki wito terlihat membengkak dari
telapak hingga pergelangan kaki.
Setelah dua
hari menginap di rumah sakit, maka dokter pun bilang kepada wito kakinya harus
dioperasi karena terdapat penyempitan pembuluh darah. Namun hal tersebut tidak
dilakukan di sini, ia dirujuk ke RSUD AW Sjahranie. Sama seperti pasangan suami
istri yang berobat kesana karena terkena diabetes juga.
Baca Juga : Setahun Berobat, Luka Istri Belum Sembuh
Tim medis
pun bergerak cepat. Setibanya disana, wito langsung mendapatkan penanganan.
Hanya selang beberapa hari, bengkak yang biru tadi malah menjalar mendekati
lutut. Yang lebih mengerikan lagi terdapat 7 ulat seukuran kelingking yang
ditemukan di kaki wito yang memang sudah membusuk.
Opsi
amputasi pun terlontar dari tim medis. Akhirnya wito pun diwajibkan
mengumpulkan anggota keluarga untuk dimintai persetujuan. Dokter enggan
bertanggung jawab apabila wito atau keluarganya menolak untuk diamputasi.
Wito
menuturkan bahwa dirinya hanya mau diamputasi di bawah lutut, pada bagian yang
dianggap rusak saja. Namun dokter bersikeras untuk mengamputasi kakinya hingga
pangkal paha. “Dokter mungkin lebih tahu”, kata wito.
Ada rasa
kecewa yang timbul di dalam hati wito karena merasa anggota tubuhnya tidak utuh
kembali. Dan ia tidak bisa bekerja lagi, hanya berdiam diri di dalam rumah.
“Memang itu
pilihan yang sulit. Tapi saya masih bersyukur karena masih bisa hidup hingga
sekarang,” tutur wito.
Baca Juga : Kisah Sukses Penderita Diabetes, Sarah Boison
Kebahagiaan
ini tidak hanya dirasakan wito dan keluarganya. Para dokter yang menangani wito
pun turut bersyukur atas tindakan cepat mereka dan memastikan wito dapat
selamat dari penyakit ini. Dokter yang mengamputasi saya sampai menangis karena
tidak mengira bahwa saya bisa sembuh.
Saat ini
beliau rutin memeriksakan dirinya ke dokter.
No comments:
Post a Comment