Menurut
survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat dengan
jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika
Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan 2025
meningkat menjadi 12,4 juta penderita yang sebelumnya mencapai angka 4,5 juta
di tahun 1995. Sedangkan data dari Depkes, jumlah pasien diabetes rawat inap
maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh
penyakit endoktrin. Mengingat besarnya masalah ini, akan dibentuk direktorat
baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit tidak menular (PTM).
Menurut
Menkes, secara global WHO memperkirakan PTM telah menyebabkan sekitar 60%
kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Pada tahun 1992 lebih dari 100
juta penduduk dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlah it uterus
meningkat hingga 150 juta yang merupakan 6% dari populasi penduduk dewasa. Di
Amerika Serikat sendiri jumlah penderita diabetes mencapai 5,8 juta pada tahun
1980 dan meningkat drastic menjadi 13,8 juta orang pada tahun 2003.
Melihat
permasalah ini, Menkes berkata bahwa masalah ini harus ditanggapi dengan
serius. Jika tidak segera ditangani akan menjadi masalah yang akan sulit
ditanggulangi nantinya. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat
dilakukan oleh pemerintah saja, melainkan harus menggerakkan semua lini
termasuk organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADIA
dan PEDI). Karena itu Menkes sangat mendukung kegiatan organisasi
kemasyarakatan yang membantu pemerintah dalam mengatasi permasalah diabetes
ini.
DR. Dr
Sidhartawan Soegondo, Sp. PD KEMD, ketua PB PERKENI didalam keterangannya
kepada wartawan menegaskan bahwa untuk mengurangi resiko kematian dan mengurangi
biaya pengobatan diabetes, diperlukan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
secara primer maupun sekunder.
Pencegahan
primer adalah pencegahan terjadinya diabetes mellitus pada individu yang
berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik,
penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan.
Kendati program ini tidak mudah, tetapi snagat menghemat biaya. Oleh kare itu
dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya terbatas.
Sedangkan
untuk pencegahan sekunder, merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi
akut maupun jangka panjang. Programnya meliputi pemeriksaan dan pengobatan
tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara rutin,
pemeriksaan protein dalam urine, program menurunkan atau menghentikan kebiasaan
merokok.
Di Indonesia
program program pencegahan primer telah dilakukan oleh PT Merck Indonesia Tbk
bekerja sama dengan Depkes RI dan organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi
kemasyarakatan (PERSADIA dan PEDI). Program yang bertajuk Pandu Diabetes dengan
symbol Titik Oranye, melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan
informasi dan edukasi mengenai diabetes mellitus dan pemeriksaan kadar gula
darah secara gratis untuk sejuta penduduk yang telah diluncurkan oleh Menkes
pada 15 Marert 2003.
Pemeriksaan
kadar gula darah ke sejuta orang dilakukan terhadap Menkes Dr. dr. Siti Fadilah
Supari yang sekaligus menutup acara tersebut tanggal 3 September 2005. Program
ini dipandang luar biasa karena member layanan pemeriksaan kadar gula darah
secara gratis kepada sejuta orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
selama 2 tahun (2003-2005). Oleh karena itu, kegiatan ini memperoleh
penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri. Penyerahan penghargaan dilakukan
pendiri Museum Rekor Indonesia Jaya Suprana kepada Vice Presiden PT. Merck
Indonesia Tbk., Koesdianto Setyabudi.
Hasil
pemeriksaan kadar gula darah tersebut menunjukkan bahwa 81.969 orang (8,29%)
memiliki kadar glukosa darah melebihi 200 mg/dl. Dan itu sudah dapat
dikategorikan sebagai penderita diabetes. Kemudian sebanyak 260.361 orang
(26,42%) memiliki kadar glukosa yang rendah (<110 mg/dl). Pada presentase
lain yaitu 49,66% atau 489.385 orang memiliki kadar glukosa normal (110-139).
Dan sebanyak 154.029 orang (15,63^) memiliki kadar glukosa darah Borderline
(140-199 mg/dl).
Menurut Vice
Presiden PT. Merck Indonesia Tbk., Koesdianto, banyaknya orang yang memiliki
kadar gula darah terganggu ini memerlukan perhatian khusus dari pihak-pihak
terabit. Karena kelompok ini berpeluang menjadi diabetes di masa yang akan
darang.
Sementara
itu, DR. Dr. Sidhartawan Soegondo, Sp. PD KEMD, ketua PB PERKENI menyatakan,
sesuai dengan konsensus pengelolaan diabetes mellitus di Indonesia, diabetes
mellitus ditetapkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu mencapai 200
mg/dl atau lebih pada pemeriksaan sewaktu atau kadar glukosa darah puasa
mencapai 126 mg/dl.
Terdapat dua
jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu diabetes melltus tipe 1
(insulin-dependent diabetes mellitus) yaitu kondisi defisiensi produksi insulin
oleh pankreas. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin.
Diabetes
mellitus tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus) yang terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk berespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe 2 ini lebih banyak
ditemukan dan diperkirakan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh
dunia.
Berkaitan dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah tersebut, DR.
Dr. Sidhartawan menegaskan agar kelompok dengan kadar glukosa terganggu segera
diintervensi. Intervensi yang disarankan PERKENI adalah menjalankan gaya hidup
sehat (olahraga, diet yang baik, tidak merokok, dan apabila diperlukan dapat
diberikan obat yang sesuai).
No comments:
Post a Comment